Senin, 11 Mei 2009

rangkuman buku: Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, karya Roger Simon

Pendahuluan (oleh Narendra Dewa)
Antonio Gramsci memang dikenal sebagai seorang sosialis yang teori-teorinya berpijak pada marxisme ortodoks. Namun Gramsci tidak asal saja mengkooptasi teori tersebut. Banyak penegasian dan pengingkarannya yang menunjukkan bahwa dirinya sangat demokratis dan berkerakyatan. Cara-caranya untuk mengkudeta kekuasaan yang otoriter, serta cara-caranya untuk menciptakan kesejahteraan pada suatu Negara lebih bersifat ‘cinta damai’, bukan bersifat koersif. Belum lagi pemikirannya yang berhasil membongkar kedok ideologi yang sering dipakai para penguasa untuk melegitimasi kejahatan mereka. Ideologi yang sering dipakai sebagai tameng oleh penguasa untuk mensucikan yang haram pada diri mereka. Atau sebaliknya, mengharamkan orang-orang suci. Bagaimanapun, teori-teorinya masih sangat relevan untuk dipakai dan diimplementasikan pada Negara-negara dunia ketiga atau Negara berkembang saat ini yang merindukan kesejahteraan dan keadilan, khususnya Indonesia. Negara yang mengaku sebagai Negara ‘demokrasi’.

Beberapa poin penting tentang kritiknya terhadap marxisme ortodoks
1.Teorinya tentang hegemoni pada dasarnya merupakan kritik terselubung terhadap reduksionisme dan essensialisme yang melekat dalam banyak pikiran penganut marxisme maupun pemikiran non-marxisme, yakni konsep pemikiran yang mereduksi dan menganggap esensi terhadap suatu entiti tertentu sebagai satu-satunya kebenaran mutlak. Misalnya saja di kalangan penganut teori marxisme sudah sejak lama terjadi perselisihan tafsiran konsep seputar basic (ekonomi) dan superstructure (ideologi, politik, pendidikan, budaya, dan sebagainya), di mana tafsiran marxisme ortodoks percaya bahwa basic ekonomi menentukan superstruktur. Akibatnya, sosialisme oleh golongan ortodoks ini direduksi menjadi ekonomisme dan bahkan perjuangan kelas juga direduksi menjadi hanya kelas ekonomi, sehingga gerakan itu hanya gerakan buruh, dan mengabaikan kemungkinan gerakan lain sperti civil rights movement, women movement, gerakan masyarakat adat ataupun gerakan lingkungan serta gerakan sosial lainnya (Simon, 2000 :xiv).
Perlu diketahui bahwa ekonomisme dapat didefinisikan sebagai tafsiran terhadap marxisme yang meyakini bahwa perkembangan-perkembangan politik merupakan wujud dari perkembangan-perkembangan ekonomi, sehingga politik cenderung kehilangan otonominya. Salah satu bentuk ekonomisme adalah pandangan bahwa sejarah mempunyai gerakan tersendiri, terlepas dari kehendak manusia, yang berasal dari pertumbuhan kekuatan-kekuatan produksi yang terus berlangsung. Kapitalisme dipandang sebagai perkembangan yang niscaya menuju krisis dan kehancuran ekonomi karena pertentangan antara berbagai kekuatan dan hubungan produksi menjadi semakin besar. Gramsci menyebut hal ini sebagai ‘determinisme mekanis’. Dalam pandangan Gramsci, determinisme mekanis ini cenderung menumbuhkan sikap pasif dengan menunggu keruntuhan ekonomi yang tidak terhindarkan dan hal ini melemahkan munculnya inisiatif-inisiatif politis dari gerakan buruh (Simon, 2000 : 5-6).

2.Masih merupakan poin yang sama walaupun dengan kalimat yang berbeda. Pemikiran Gramsci juga merupakan kritik terhadap kecenderungan positivistik dan mekanistik para pengikut marxisme ortodok, terutama teori mereka mengenai perubahan sosial dan revolusi. Tendensi positivisme dalam pemikiran kalangan marxis adalah pandangan tentang perubahan formasi sosial. Salah satu tafsirannya adalah bahwa masyarakat berkembang dan berubah secara linier dari formasi sosial dan akumulasi primitif ke feodal, lantas kapitalistik, dan akhirnya mekanisme eksploitatif yang mencapai taraf menekan hingga memunculkan revolusi kaum buruh proletar, kemudian terwujudlah masyarakat dengan formasi sosial sosialistik.
Dalam realitas sosial yang dianalisis Gramsci menunjukkan bahwa formasi sosial kapitalistik yang eksploitatif dan penindasan politik rezim fasisme Mussolini ternyata tidak secara otomatis melahirkan revolusi sosial, malah muncul gejala menguatnya “de-proletarisasi”, di mana para buruh rela dan ‘concern’ menerima penderitaan, bahkan mendukung keberadaan rezim Mussolini (Simon, 2000 : xv-xvi).

3.Pengaruh dan sumbangan terbesar dari Gramsci justru kritiknya terhadap politik indoktrinasi dan pendidikan sebagai penindasan. Pemikiran Gramsci berpengaruh besar terhadap filsafat dan metodologis pendidikan dialogis dan pendidikan untuk penyadaran kritis dan partisipatory research, dimana pendidikan massa diletakkan sebagai gerakan tandingan terhadap hegemoni dominan. Pendidikan dalam konteks tersebut merupakan “aksi cultural” bagi civil society untuk membangkitkan kesadaran kritis “critical consciousness” rakyat terhadap sistem dan struktur yang menyebabkan ketertindasan, eksploitasi dan berbagai sistem sosial yang tidak adil lainnya seperti struktur kelas, relasi gender dan rasisme.
Pemikiran Gramsci sangat berpengaruh terhadap munculnya pendidikan kritis dan mendorong munculnya aliran produksi dalam pendidikan dan pelatihan, yakni setiap upaya pendidikan bagi mereka ini selalu ada peluang untuk senantiasa mengembalikan fungsinya sebagai proses independen untuk transformasi sosial. Hal ini berarti proses pendidikan harus memberi ruang untuk menyingkirkan segenap ‘tabu’ dan menantang secara kritis hegemoni dominan dalam bentuk sistem dan struktur yang tidak adil yang tengah berlaku. Bahkan pengaruh Gramsci juga merasuk ke dalam diri pendidikan kritis itu sendiri, bahwa dalam proses melakukan transformasi sosial pendidikan juga harus melakukan transformasi atas diri mereka sendiri dahulu, yakni membongkar struktur tidak adil di dalam dunia pendidikan dan pelatihan terlebih dahulu, yakni antara murid dan guru (Simon, 2000 : xvi-xviii).

4.Gramsci juga mengkritik model sosialisme soviet, yaitu sistem birokrasi yang sangat terpusat dan represif yang dibangun di Uni Soviet di bawah Stalin. Sebelumnya Gramsci juga pernah mengkritik Lenin yang mendukung supremasi politik (primacy of politics), karena bagaimanapun juga sistem demokrasi langsung ala Lenin sangat mempengaruhi kebijakan-kebijakan penerus selanjutnya, yaitu Stalin. Berikut paparan tentang kebijakan Lenin :
Lenin memang pernah mengkritik bentuk tertentu dari ekonomisme. Lenin mengajukan argumentasi bahwa perjuangan serikat dagang hanya dapat menumbuhkan kesadaran di kalangan serikat dagang tersebut, dan untuk mengembangkan kesadaran politik, para pekerja itu harus berjuang menentang penindasan otokrasi suatu kelas penguasa. Fase seperti ini disebut Gramsci sebagai ‘gilda’ atau ‘korporasi’. Sebalaiknya Lenin berpandangan bahwa kelas pekerja harus bergerak melampaui fase korporasi ini dan bersama-sama dengan kaum petani, harus bertindak sebagai kekuatan utama (hegemonik) dalam perjuangan demokratis melawan kelas penindas. Karena Lenin dalam teori dan praktik mengembangkan konsep kepemimpinan yang dipegang oleh kelas pekerja yang berasal dari gabungan berbagai kekuatan sosial yang luas, Gramsci menganggapnya sebagai pendiri konsep hegemoni.
Pokok pikiran Lenin bisa kita ringkas bahwa jika kita mengakui bahwa kapitalisme dalam dirinya tidak mencakup beberapa kualitas esensial sehingga bisa mendorongnya menuju kehancuran yang tak terhindarkan, maka pemecahan terhadap setiap krisis ekonomi tergantung pada tindakan-tindakan sadar kekuatan manusia, yakni intervensi politik. Namun demikian, tetap ada kelemahan mendasar dalam teori politik Lenin. Lenin mendefinisikan Negara sebagai ‘instrumen kelas yang berkuasa’ dan sebagai ‘mesin penindas’ oleh satu kelas terhadap kelas lain. Akibatnya, demokrasi parlementer di bawah kapitalisme hanya menjadi demokrasi bagi kelas yang berkuasa. Dalam revolusi sosialis, kaum proletariat perlu menumbangkan Negara demokrasi parlementer dan menggantinya dengan model Negara demokrasi soviet yang sama sekali berbeda, yang akan menjadi alat kekuasaan kaum proletariat melawan kapitalis. Bagi kapitalisme, bentuk Negara yang sesuai adalah demokrasi parlementer, sementara bagi sosialisme sistem yang sesuai adalah demokrasi langsung seperti Negara-negara soviet.
Teori Marxisme-Leninisme tentang demokrasi parlementer merupakan hambatan serius bagi partai komunis di Inggris dan Negara-negara lain dengan lembaga parlementernya. Jadi, pada tahun 1951 partai komunis Inggris mengadopsi program baru, The British Road to Socialism, yang mendukung jalan parlementer menuju sosialisme daripada jalan soviet. Negara Parlementer harus diubah menjadi Negara parlementer sosialis, bukan diganti dengan Negara yang berdasar atas prinsip-prinsip demokrasi langsung dan organisasi-organisasi tempat kerja. Meskipun hal ini merupakan langkah maju, ia masih menyisakan problem teoretis akan watak demokrasi, serta hubungan antara sosialisme dan demokrasi yang belum terpecahkan. Konsep Gramsci tentang hegemoni merupakan langkah maju. Konsep ini dibangun di atas pengakuan bahwa perjuangan-perjuangan demokrasi rakyat, dan lembaga-lembaga parlementer yang telah mereka bentuk tidak perlu mempunyai karakter kelas. Sebaliknya lembaga-lembaga menjadi jalur bagi perjuangan politik antara dua kelas utama, yaitu kelas pekerja dan kelas kapitalis. Untuk bergerak maju menuju sosialisme, gerakan buruh harus menemukan cara untuk mempertautkan perjuangan-perjuangan demokrasi rakyat ini dengan tujuan-tujuan sosialisnya, membangun aliansi yang memungkinkannya untuk meraih kedudukan kepemimpinan nasional (hegemoni).
Salah satu kesimpulan pokok yang dapat ditarik dari ilustrasi di atas adalah bahwa sosialisme tidak dapat dipaksakan dari atas, melalui agen Negara. Sosialisme harus dibangun dari bawah, dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam bidang politik secara terus-menerus, termasuk perubahan-perubahan mendasar dalam kebiasaan-kebiasaan dan kesadaran ; proyek sosialis adalah suatu proses yang kemungkinan memerlukan waktu yang sangat panjang (Simon, 2000 : 7-12).

Beberapa istilah atau konsep penting dalam gagasan-gagasan politik Gramsci
1.Hegemoni
Hegemoni bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis. Hegemoni adalah suatu organisasi konsensus (Simon, 2000 : 19-20). Hegemoni merupakan strategi untuk revolusi, suatu strategi yang harus dijalankan oleh kelas pekerja dan anggota-anggotanya untuk memperoleh dukungan dari mayoritas (Simon, 2000 : 21).
2.Kelas Hegemonik
Kelas hegemonik, atau kelompok kelas hegemonik, adalah kelas yang mendapatkan persetujuan dari kekuatan dan kelas sosial lain dengan cara menciptakan dan mempertahankan sistem aliansi melalui perjuangan politik dan ideologis ( Simon, 2000 : 22). Kelas pekerja hanya bisa menjadi kelas hegemonik dengan memperhatikan berbagai kepentingan dari kelas dan kekuatan sosial yang lain serta menemukan cara untuk mempertemukannya dengan kepentingan mereka sendiri (Simon, 2000 : 23).
3.Ekonomi-korporasi
Kepentingan yang hanya sebatas pada perjuangan lokal kelas tertentu saja (Simon, 2000 :23).
4.Nasional-Kerakyatan
Karena hegemoni terutama dipahami dalam pengertian aliansi antarkelas atau kelompok kelas, Gramsci menambahkan dimensi baru yang sangat penting dengan mengajukan konsep tentang nasional-kerakyatan : bahwa suatu kelas tidak bisa menjadi hegemonik, jika kelas itu hanya membatasi pada kepentingan mereka sendiri ; mereka harus memperhatikan tuntutan dan perjuangan rakyat yang tidak mempunyai karakter kelas yang bersifat murni, yakni, yang tidak muncul secara langsung dari hubungan-hubungan produksi. Jadi, hegemoni mempunyai dimensi nasional-kerakyatan, di samping dimensi kelas. Hegemoni memerlukan penyatuan berbagai kekuatan sosial yang berbeda ke dalam sebuah aliansi yang luas yang mengungkapkan kehendak kolektif semua rakyat, sehingga masing-masing kekuatan ini bisa mempertahankan otonominya sendiri dan memberikan sumbangan dalam gerak menuju sosialisme (Simon, 2000 : 24).
5.Perang Posisi (War of Position)
Perang posisi adalah strategi membangun suatu kelompok besar yang terdiri dari berbagai kekuatan sosial yang disatukan oleh konsepsi yang sama tentang dunia (Simon, 2000 : 24).
6.Revolusi Pasif
Revolusi pasif merupakan respon yang khas kaum borjuis ketika hegemoninya terancam secara serius sehingga perlu dilakukan proses pengorganisasian kembali secara menyeluruh dalam rangka membangun kembali hegemoninya. Revolusi pasif terjadi manakala berbagai perubahan yang berskala luas dalam strutur sosial dan ekonomi berasal dari atas, melalui agen Negara, tanpa melibatkan partisipasi aktif rakyat (Simon, 2000 : 25-26).

7.Pemikiran Awam (Common Sense)
Cara orang awam yang tidak kritis dan tidak sadar dalam memahami dunia (Simon, 2000 : 27).
8.Masyarakat Sipil
Masyarakat sipil adalah hubungan sosial yang terjelma dalam berbagai organisasi dan lembaga yang terdiri dari lembaga agama, partai politik, serikat dagang, media massa, lembaga kebudayaan, dan lembaga sukarela. Hubungan sosial yang membentuk masyarakat sipil berbeda dengan hubungan produksi. Hubungan dalam masyarakat sipil juga berbeda dengan aparat-aparat yang membentuk Negara. Masyarakat sipil adalah suatu wadah perjuangan kelas dan perjuangan demokrasi- kerakyatan. Masyarakat sipil adalah wadah yang di situ kelompok sosial yang dominan mengatur konsensus dan hegemoni (Simon, 2000 : 28).
9.Hegemoni Tandingan/ Hegemoni Alternatif (Counter-Hegemony)
Hegemoni yang dibangun oleh kelompok-kelompok sosial yang lebih rendah (subordinate) dalam ranah masyarakat sipil untuk dapat menyusun perlawanan mereka (Simon, 2000 :28).
10.Blok Historis
Cara yang dilakukan kelas hegemonik dalam memadukan kepemimpinan dari suatu kelompok kekuatan sosial dalam masyarakat sipil dengan kepemimpinan dalam bidang produksi (Simon, 2000 : 29). Kelas hegemonic yang berhasil membangun blok kekuatan sosial yang mampu bertahan sepanjang periode sejarah disebut Gramsci blok historis (historic bloc) (Simon, 2000 : 38).
11.Negara Integral
Negara yang menggunakan hegemoni yang dilapisi dengan kekerasan/ menggunakan aparat Negara yang bersifat koersif (Simon, 2000 : 30).
12.Intelektual
Semua orang yang mempunyai fungsi sebagai organisator dalam semua lapisan masyarakat, dalam wilayah produksi sebagaimana dalam wilayah politik dan kebudayaan (Simon, 2000 : 141).
13.Intelektual Tradisional
Intelektual tradisional terbatas pada lingkungan kaum tani dan borjuis kota yang kecil, “belum meluas dan tergerak oleh sistem kapitalis”. Intelektual tradisonal adalah mereka yang menjadi intelektual organik dalam model produksi-model produksi feodal-yang telah digantikan atau menjadi intelektual organik dalam model produksi yang sedang dalam proses digantikan. Dengan demikian, dari sudut pandang kelas pekerja, semua intelektual organik dari kelas kapitalis adalah intelektual tradisional. Namun mungkin definisi final yang paling tepat adalah bahwa intelektual tradisional “menempatkan dirinya sebagai kelompok sosial dominan yang otonom dan independen” dan mendefinisikannya sebagai “orang-orang yang kedudukannya dalam masyarakat mempunyai lingkaran inter-kelas tertentu” ( Simon, 2000 : 143).
14.Intelektual Organik
Organisator hegemoni yang mempunyai pengaruh besar untuk memberi sumbangan bagi gerakan demokrasi dan buruh (Simon, 2000 : 148-150).


15.Ideologi
Ideologi mempunyai eksistensi materialnya dalam artian bahwa ia menjelma dalam praktik-praktik sosial setiap orang dan dalam lembaga-lembaga serta organisasi-organisasi dimana praktik-praktik sosial tersebut berlangsung. Organisasi ini mencakup partai politik, serikat dagang dan organisasi lain yang menjadi bagian dari mayarakat sipil ; aparat Negara; dan organisasi-organisasi ekonomi seperti industri dan perusahaan komersial serta lembaga keuangan. Semua lembaga ini memainkan peran dalam menjabarkan, mempertahankan, dan menyebarkan ideologi ; atau dengan kata lain, lembaga-lembaga itu mempunyai efek-efek ideologis (Simon, 2000 :86).

Penutup (oleh Narendra Dewa)
Di Indonesia, kecenderungan yang terjadi lebih merupakan sebuah keprihatinan, yaitu kontradiksi dari sebuah demokrasi. Sering para penguasa dan rezimnya bertindak seperti Risorgimento dan sebagai Negara integral, yang menggunakan cara revolusi pasif yang bersifat koersif untuk memobilisasi massa atau menyatukan aspirasi rakyatnya. Para pemimpin di Indonesia, khususnya ‘Bapak orde baru’ kita sama sekali tidak mempunyai jiwa nasional kerakyatan. Dia seorang diktator, dia fasis. Dia sering menggunakan ideologi-ideologi untuk menghegemoni dan memanipulasi common sense rakyatnya. Dia sering merangkul lembaga-lembaga dalam masyarakat sipil untuk mendukung korporasi dan supremasi kekuasaannya dan kejahatannya.
Lalu mengapa ide-ide dan gagasan-gagasan Gramsci secara tidak sadar malah digunakan oleh pemimpin-pemimpin yang salah. Bukan hanya ‘bapak orde baru’ yang satu itu tetapi bahkan juga oleh semua orang yang memiliki kekuasaan di Indonesia. Bahkan sekarang Prabowo ingin menjadi seorang presiden dengan cara menjadi kelas hegemonik terlebih dahulu. Dia merangkul kaum petani dan nelayan yang selama ini tersubordinasi. Namun harus diingat, jika Prabowo dan capres-capres lain ternyata hanya memanfaatkan suara-suara rakyat kecil dan akhirnya salah satu dari mereka berhasil menjadi presiden, tetapi menjadi presiden yang lalim dan fasis, maka mau tidak mau akan ada suatu fase gonjang-ganjing kekuasaan yang disebut krisis organik. Pada saat itu pula diperlukan seorang intelektual organik untuk melancarkan war of position dan memberikan hegemoni tandingan.
Oleh karena itu, pendidikan atau popular education seperti yang diharapkan Gramsci perlu dijalankan mulai dari sekarang. Pendidikan untuk memunculkan pemikiran kritis dalam pemikiran awam. Agar masyarakat Indonesia yang selama ini hanya diam dan bungkam menjadi berinisiatif untuk memberontak, agar masyarakat Indonesia sadar bahwa selama ini mereka menderita dan ditindas oleh para pemimpin dan pejabat. Ada beberapa elemen masyarakat yang selama ini sadar dengan penderitaan dan ketertindasan mereka, yaitu para intelektual tradisional. Namun mereka malas dan tidak berani berinisiatif untuk melawan, tidak berani membebaskan sesama mereka yang sama-sama tertindas. Oleh karena itu, pendidikan juga berfungsi untuk memunculkan intelektual-intelektual organik baru yang tidak hanya menunggu satrio piningit dan menunggu intelektual tradisional untuk memulai perubahan dan menyelamatkan mereka, Seperti kaum buruh di Italia yang terkena sindrom de-proletarisasi di bawah rezim Mussolini yang menunggu kejatuhan kapitalisme dan terciptanya masyarakat sosialis. Kita semua harus menjadi intelektual organik yang akan membawa perubahan. Tidak perlu harus sampai mengkudeta melengserkan pemimpin yang otoriter, dan akhirnya membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi semua orang di Indonesia, tetapi mulailah perlawanan dari lingkup yang terkecil : ‘melawan diri sendiri’, melawan ego dalam diri yang berniat untuk menjadi dan mengikuti gaya hidup kelas-kelas atas atau kelas penindas. Itulah yang disebut dengan hegemoni tandingan. Siapakah kelas penindas itu? Pejabat-pejabat dalam pemerintahan Negara selaku masyarakat politik, intervensi asing yang juga menjadi kelas imperialis mulai dari MacDonalds sampai Barack Obama, dan semua orang atau semua hal yang memiliki akses untuk memanipulasi pikiran kita dan menyetir kita ke dalam tujuan mereka. Ketika kita sudah menjadi seseorang yang tidak mampu disetir dan dikendalikan oleh para penguasa, maka bangunlah aliansi dan jaringan dengan semua orang dan golongan yang berpikiran serupa. Orang-orang dan golongan yang menginginkan perubahan, kesejahteran, dan keadilan. Setelah itu, jadilah kita kelas hegemonik yang mampu bertahan sepanjang zaman (Blok Historis). Kelas yang terdiri dari berbagai kepentingan dan tujuan tetapi memiliki satu visi, misi, dan budaya baru yang ditawarkan, yaitu : Keadilan. Bisakah kita? Tentu saja, karena kita adalah intelektual. Seperti kata Gramsci ; “Semua orang adalah Intelektual.” Mampukah kita? Sepertinya sulit, tetapi jika kita memiliki tekad yang kuat, kita pasti mampu. Seperti kalimat yang paling disukai Gramsci ; “Pesimis dalam berpikir, optimis dalam kehendak.

2 komentar:

  1. Terimakasih telah mengulas buku INSISTPress. Link rehal buku ikut dilansirkan di: http://blog.insist.or.id/insistpress/?p=2883

    BalasHapus
  2. Terimakasih telah mengulas buku INSISTPress. Link rehal buku ikut dilansirkan di:http://blog.insist.or.id/insistpress/id/arsip/2883

    BalasHapus