Senin, 11 Mei 2009

Hubungan antara teori kognisi sosial Teun A. Van Dijk sebagai salah satu ilmu analisis wacana dengan hermeneutika

A.Pengertian Wacana
Untuk mengetahui hubungan antara Teori kognisi sosial Teun A.Van Dijk dengan Hermeneutika perlulah kita membahas pengertian wacana terlebih dahulu. Karena luasnya cakupan ilmu yang menggunakan istilah ‘wacana’ serta berbagai definisi tentangnya, masyarakat sering rancu untuk mempersepsikannya. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat, ada juga yang mengartikan sebagai isu atau pembicaraan. Namun kesemuanya sebenarnya menganalisis aspek yang sama, yaitu bahasa. Dalam analisis wacana kritis, analisis wacana dipakai untuk meneliti ideologi yang tersembunyi di dalam teks, bagaimana di dalam teks terdapat sebuah dominasi kekuasaan dan ketidakadilan dari pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak yang berkuasa tersebut menggunakan media wacana yang ada dalam masyarakat, khususnya teks berita untuk menghegemoni dan mempengaruhi kesadaran mental masyarakat. Istilah wacana kritis sendiri digunakan untuk membedakan pengertian dua pendekatan terhadap wacana yang lain, dimana menurut Eriyanto, wacana tidak hanya menganalisis kebenaran suatu teks dari segi struktur kalimatnya saja menurut kaidah sintaksis dan semantik, tidak saja meletakkan subjek atau penutur sebagai pihak yang paling menentukan makna secara netral tanpa ada pengaruh kuasa sosial di sekitarnya, tetapi juga menganalisis suatu pernyataan dalam teks lewat konteks sosialnya (Eriyanto 2001:224). Sekali lagi, aspek bahasa dalam media massa, teks dan segala bentuk wacana di masyarakat merupakan tempat bersemayamnya kuasa-kuasa yang dipakai oleh pihak-pihak tertentu untuk melegitimasi dan melanggengkan posisi mereka. Oleh karena itu, sama seperti hermeneutika, untuk meneliti sebuah teks perlulah penempatan sebuah teks pada konteks interaksi, sejarah, kekuasaan dan ideologi tertentu.

B.Teori Kognisi sosial Teun A. Van Dijk
Dari begitu banyak model analisis wacana yang diintoduksikan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model Van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Hal ini kemungkinan karena Van Dijk menformulasikan elemen-elemen wacana sehingga bisa dipakai secara praktis. Model yang dipakai oleh Van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi sosial” (Eriyanto 2001:221). Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Di sini harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi,sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. Proses produksi itu melibatkan suatu proses yang disebut sebagai kognisi sosial. Teks dibentuk dalam suatu praktik diskursus, suatu praktik wacana. Di sini ada dua bagian : teks yang mikro yang merepresentasikan suatu topik permasalahan dalam berita, dan elemen besar berupa struktur sosial. Van Dijk membuat suatu jembatan yang menghubungkan elemen besar berupa struktur sosial tersebut dengan elemen wacana yang mikro dengan sebuah dimensi yang dinamakan kognisi sosial. Kognisi sosial tersebut mempunyai dua arti. Di satu sisi ia menunjukkan bagaimana proses teks tersebut diproduksi oleh wartawan/ media, di sisi lain ia menggambarkan nilai-nilai masyarakat itu menyebar dan diserap oleh kognisi wartawan dan akhirnya digunakan untuk membuat teks berita (Eriyanto 2001:222).
Dalam buku Eriyanto, Van Dijk melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/ pikiran dan kesadaran membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/ bangunan : teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks yang pertama, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Ketiga dimensi ini merupakan bagian yang integral dan dilakukan secara bersama-sama dalam analisis Van Dijk (Eriyanto 2001:225).
1.Teks
Van Dijk membagi struktur teks ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna global/ umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka atau skema suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, parafrase dan lain-lain.
Meskipun terdiri atas berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. Makna global dari suatu teks (tema) didukung oleh kerangka teks dan baru kemudian pilihan kata dan kalimat yang dipakai. Kita bisa membuat pemberitaan tentang demonstrasi mahasiswa terhadap isu kenaikan BBM. Misalnya, Koran A mengatakan bahwa aksi ini terjadi karena kekecewaan mahasiswa dan masyarakat terhadap kenaikan harga BBM semata tanpa ada motif atau tuntutan yang lain. Tema ini akan didukung dengan skematik tertentu. Misalnya dengan menyusun cerita yang mendukung gagasan tersebut. Media tersebut juga akan menutupi fakta tertentu dan hanya akan menjelaskan peristiwa itu semata pada masalah BBM. Pada tingkat yang lebih rendah, akan dijumpai pemakaian kata-kata yang menunjuk dan memperkuat pesan bahwa demonstrasi tersebut semata kasus kenaikan harga. Semua teks dipandang Van Dijk mempunyai suatu aturan yang dapat dilihat sebagai sebuah piramida. Makna global dari suatu teks didukung oleh kata, kalimat, dan proposisi yang dipakai. Pernyataan atau tema pada level umum didukung oleh pilihan kata, kalimat, atau retorika tertentu. Pemakaian kata, kalimat, proposisi, retorika tertentu oleh media dipahami Van Dijk sebagai bagian dari strategi wartawan. Pemakaian kata-kata tertentu, kalimat, gaya tertentu bukan semata dipandang sebagai cara berkomunikasi melainkan sebagai politik berkomunikasi, suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau penentang. Struktur wacana adalah cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan persuasi yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan. Berikut ini akan dijelaskan satu per satu elemen dalam teks.
a). Tematik
Elemen tematik mempostulatkan pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu berita yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam penberitaannya. Topik menggambarkan tema umum dari suatu teks berita, topik ini akan didukung oleh subtopik satu dan subtopik yang lain yang saling mendukung terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan yang menunjuk dan menggambarkan subtopik, sehingga saling mendukung antara satu bagian dengan bagian yang lain, teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh. Misalnya suatu teks berita mengenai Soeharto. Tema umum dari berita tersebut adalah hal-hal positif yang dimiliki oleh Soeharto dan hal-hal positif yang didapat oleh masyarakat Indonesia pada masa pemerintahannya. Kalau kita menggunakan kerangka Van Dijk, dalam teks akan didukung oleh beberapa subtopik, misalnya : harga barang-barang atau sembako yang murah, pembangunan dimana-mana, perekonomian maju. Masing-masing subtopik ini kalau diperhatikan mendukung, memperkuat bahkan membentuk topik utama berupa kemajuan pemerintahan Soeharto. Masing-masing subtema ini uga akan didukung oleh bagian yang lebih kecil. Misalnya dalam subtema akan diuraikan bahwa keluarga Cendana juga mendirikan yayasan amal. Dengan kata lain, semua fakta saling dukung membentuk satu pengertian umum yang koheren. Namun, peristiwa yang sama bisa jadi dipahami secara berbeda oleh wartawan yang berbeda, dan ini dapat diamati dari topik suatu pemberitaan.
b). Skematik
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Meskipun mempunyai bentuk dan skema yang beragam, berita umumnya mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang biasanya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead. Elemen skema ini merupakan elemen yang dipandang paling penting. Judul umumnya menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Lead umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap. Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita ini juga mempunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang ditampilkan dalam teks.
Subkategori situasi yang menggambarkan kisah suatu peristiwa umumnya terdiri atas dua bagian. Yang pertama mengenai episode atau kisah utama dari peristiwa tersebut, dan yang kedua latar untuk mendukung episode yang disajikan kepada khalayak. Misalnya berita tentang konser Dewi Persik yang batal diselenggarakan karena mendapat protes dan kecaman keras dari masyarakat. Episode ini umumnya juga akan didukung oleh latar, misalnya, dengan mengatakan ini pembatalan konser Dewi Persik yang kesekian kali. Dengan demikian, latar umumnya dipakai untuk memberi konteks agar suatu peristiwa lebih jelas ketika disampaikan kepada khalayak.
Sedangkan subkategori komentar yang menggambarkan bagaimana pihak-pihak yang terlibat memberikan komentar atas suatu peristiwa terdiri atas dua bagian. Pertama, reaksi atau komentar verbal dari tokoh yang dikutip wartawan. Kedua, kesimpulan yang diambil oleh wartawan dari komentar beberapa tokoh.
Menurut Van Dijk, arti penting dari skematik adala strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan denga menyusun bagian-bagian dengan urutan-urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang disembunyikan. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol.
c). Latar
Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi arti yang ingin ditampilkan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan masyarakat hendak dibawa. Misalnya ada berita mengenai Bibit Waluyo, seorang kandidat atau calon Gubernur untuk propinsi Jawa Tengah. Bagi yang pro atau mendukung Bibit Waluyo, latar yang dipakai adalah prestasi-prestasi dan keberhasilan Bibit Waluyo. Sedangkan yang kontra atau tidak mendukung tentu akan sebaliknya. Latar dipakai untuk menyediakan dasar hendak ke mana teks itu dibawa.

d). Detil
Elemen Detil merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit. Misalnya kekalahan tim Thomas Indonesia yang diekspos terlalu berlebihan tetapi dengan cara menyajikan berbagai informasi yang tidak perlu.


e). Maksud
Elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen detil. Namun elemen maksud lebih eksplisit dan jelas dalam menguraikan ekspresinya. Misalnya pendeskripsian secara jelas dan gamblang cara-cara kekerasan dan koersif yang dilakukan oleh polisi dalam upaya menertibkan pedagang kaki lima.

f). Koherensi
Koherensi adalah pertautan atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks. Dua kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren. Koherensi merupakan elemen yang menggambarkan bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh wartawan. Koherensi dibedakan menjadi dua, yaitu koherensi kondisional dan koherensi pembeda. Koherensi kondisional diantaranya ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas yang dihubungkan dengan konjungsi. Jika koherensi kondisional berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa dihubungkan atau dijelaskan, maka koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan.

g). Pengingkaran
Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktik wacana yang menggambarkan bagaimana wartawan menyembunyikan apa yang ingin diekspresikan secara implisit. Pengingkaran menunjukkan seolah wartawan menyetujui sesuatu, padahal ia tidak setuju dengan memberikan argumentasi atau fakta yang menyangkal persetjuannya tersebut. Misalnya pernyataan (saya memang orang Jogja tulen, tetapi uang Sultan dari perkawinan Putrinya itu memang perlu diselidiki KPK….)

h). Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir yang logis, yaitu prinsip kausalitas. Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Kasus pemukulan mahasiswa oleh polisi dapat disusun ke dalam bentuk kalimat aktif, dapat juga pasif. Kalimat “Polisi memukul Mahasiswa” menempatkan polisi sebagai subjek dan memberi glorifikasi kepada kesalahan polisi. Sebaliknya, “kalimat“Mahasiswa dipukul Polisi”, polisi ditempatkan secara tersembunyi. Pada umumnya, pokok yang dipandang penting selaluditempatkan di awal kalimat.

i). Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa denga menciptakan suatu komunitas imajinatif. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator dengan khalayak sengaja dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap komunitas secara keseluruhan. Pemakaian kata ganti yang jamak seperti “kita” atau “kami” mempunyai implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi serta mengurangi kritik dan oposisi.

j). Leksikon
Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata/ diksi atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk pada fakta. Kata “ditangkap”, misalnya mempunyai kata lain : diamankan, disekap, ditahan dan lain-lain. Di antara beberapa kata itu seseorang dapat memilih pilihan yang tersedia. Secara ideologis, piliha kata yang dipakai menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas.


k). Praanggapan
Elemen wacana pranggapan merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Praanggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya. Misalnya dalam suatu aksi pengrusakan sebuah diskotik oleh FPI. Seseorang yang setuju dengan hal itu akan memakai pranggapan berupa pernyataan “Perjuangan FPI ini membela Islam”.




l). Grafis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar